1.
YOHANES CALVIN
a. Latar Belakang Kehidupan
Johanes Calvin adalah seorang
pemimpin gerakan reformasi gereja di Swiss. Ia merupakan generasi yang kedua dalam
jajaran pelopor dan pemimpin gerakan reformasi gereja pada abad ke-16, namun
peranannya sangat besar dalam gereja-gereja reformatoris. Gereja-gereja yang
mengikuti ajaran dan tata gereja yang digariskan Calvin tersebar di seluruh
dunia. Gereja-gereja itu diberi nama Gereja Calvinis. Di Indonesia,
gereja-gereja yang bercorak Calvinis merupakan golongan gereja yang terbesar.
Johanes Calvin dilahirkan pada
tanggal 10 Juli 1509 di Noyon, sebuah desa di sebelah utara kota Paris,
Perancis. Ayahnya bernama Gerard Cauvin. Ibunya bernama Jeanne Lefranc. Ibunya
adalah seorang wanita yang cantik dan saleh. Ia meninggal dunia tatkala Johanes
Calvin masih muda. Gerard Cauvin bekerja sebagai pegawai uskup Noyon. Calvin
memiliki empat saudara lelaki dan dua orang saudara perempuan. Keluarga Calvin
mempunyai hubungan yang erat dengan keluarga bangsawan Noyon. Oleh karena itu,
pendidikan elementernya ditempuh dalam istana bangsawan Noyon, Mommor,
bersama-sama dengan anak-anak bangsawan itu. Itulah sebabnya maka Calvin memperlihatkan
sifat-sifat kebangsawanan.
Pada mulanya ayah Calvin
menginginkan anaknya untuk menjadi imam. Pada umur 12 tahun Calvin sudah
menerima "tonsur" (pencukuran rambut dalam upacara inisiasi biarawan)
dan ia sudah menerima upah dari paroki St. Martin de Marteville. Dengan
penghasilan tersebut Calvin dapat meneruskan pendidikannya pada jenjang yang
tinggi. Pada tahun 1523 Calvin memasuki College de la Marche di Park. Di sini
ia belajar retorika dan Bahasa Latin. Bahasa Latin dipelajarinya pada seorang
ahli bahasa Latin yang terkenal, yaitu Marthurin Cordier. Kemudian ia pindah ke
College de Montague. Di sini Calvin belajar filsafat dan theologia. Di sekolah
inilah Calvin belajar bersama dengan Ignatius dari Loyola, yang dikemudian hari
menjadi musuh besar gerakan reformasi.
Setelah Calvin menyelesaikan
pendidikannya itu tiba-tiba ayahnya tidak menginginkan anaknya lagi untuk
menjadi imam. Ayahnya menginginkan Calvin menjadi seorang ahli hukum. Oleh
karena itu Calvin memasuki Universitas Orleans untuk belajar ilmu hukum.
Kemudian ia belajar juga di Universitas Bourges dan Paris. Bahasa Yunani dan
Ibrani dipelajarinya dari Melchior Wolmar, seorang ahli bahasa terkenal pada
abad itu. Dengan demikian Calvin menjadi seorang ahli hukum. Studi hukumnya
sangat mempengaruhinya dalam usaha pembaharuan dan penataan gereja reformasi
yang dipimpinnya. Calvin sangat menekankan ketertiban dan keteraturan dalam
gereja.
April 1532, Calvin menerbitkan
bukunya yang pertama, yaitu: Komentar Kitab De Clementia. Dalam buku ini
dipersembahkan kepada Claude de Hangest, sahabat sekolahnya di keluarga
bangsawan Mommer, di Noyon dahulu. Buku itu memperlihatkan Calvin sebagai
seorang humanisme sejati. Dalam buku ini tidak terdapat tanda-tanda bahwa
Calvin telah beralih ke pihak reformasi di Perancis. Dapat diduga bahwa Calvin
telah membaca tulisan-tulisan Luther dan para reformator Swiss lainnya.
Bilamana Calvin menjadi pengikut gerakan reformasi tidak dapat ditentukan
dengan tepat. Pertobatannya kemungkinan terjadi pada akhir 1532 dan awal 1533.
Hal ini didasarkan kepada suratnya kepada Bucer, yang meminta kepada Bucer di
Strausburg untuk memberi perlindungan kepada orang-orang reformatoris yang
melarikan diri karena dihambat di Perancis. Surat tersebut ditulis Oktober
1533.
b. Pembaharuan
Mengenai pertobatannya, Calvin
menulis sebagai berikut: " . . . muncullah suatu ajaran yang baru, yang
tidak membelokkan kami dari pengakuan Kristen, malah justru membawa kami
kembali kepada sumbernya yang asli, menyucikannya dari segala noda, mengembalikan
kepadanya kemurniannya yang semula. Tetapi aku benci kepada hal hal yang baru
itu, dan sukar mendengarnya sekalipun. Dan pada mulanya aku menentangnya
sekeras-kerasnya, karena aku telah menempuh jalan yang sesat dan penuh
kebodohan. Tetapi berkat pertobatan yang tiba- tiba, Allah menujukan hatiku
kepada kepatuhan".
Pada tahun 1534 golongan
reformatoris di Perancis dihambat dengan keras. Orang-orang reformatoris
menyelamatkan dirinya dengan melarikan diri ke Swiss. Calvin pun ikut melarikan
diri ke Strausburg di mana ia diterima dengan hangat oleh Bucer. Kemudian
Calvin meneruskan perjalanannya ke Basel. Calvin tinggal di Basel setahun lebih
lamanya. Selama itu Calvin masih pergi ke Perancis mengunjungi
sahabat-sahabatnya dengan memakai nama-nama samaran seperti: Martianus
Lucanius, Carolus Passelius, Calpunius, dan sebagainya. Di Basel inilah Calvin
menerbitkan bukunya yang terkenal itu, yaitu: Religionis Christianae Institutio
(Pengajaran tentang Agama Kristen), tahun 1536. Biasanya dikenal dengan sebutan
Institutio. Buku ini kemudian direvisi berkali-kali dan menjadi buku dogmatika
yang terutama dalam gereja-gereja Calvinis. Institutio adalah karangan
theologia yang kedua yang keluar dari tangan Calvin. Buku theologia yang
pertama adalah berjudul: Psychopannychia (Mengenai Tidurnya Jiwa-Jiwa), suatu
karangan melawan ajaran Anabaptis yang mengajarkan bahwa jiwa manusia tidur
hingga Kristus datang kembali setelah manusia itu meninggal.
Pada tahun 1536 Calvin pergi ke
Italia. Dalam perjalanan pulang ke Basel ia terpaksa melalui Jenewa dan
menginap di sana. Farel mendengar bahwa Calvin berada di Jenewa sehingga Farel
mencari Calvin. Farel meminta kepada Calvin untuk tinggal di Jenewa dan
bersama-sama dengan Farel menata kota Jenewa menjadi kota reformasi. Dua bulan
sebelumnya Dewan Kota Jenewa telah memutuskan untuk menganut paham reformasi.
Permintaan Farel ditolak oleh Calvin. Calvin mau hidup tenang dan terus menulis
karya-karya theologia. Ia merasa tidak cocok dengan pekerjaan praktis dalam
jemaat. Namun Farel mendesaknya dengan berkata: "Dengan nama Allah yang
mahakuasa aku katakan kepadamu: jikalau engkau tidak mau menyerahkan dirimu
kepada pekerjaan Tuhan ini, Allah akan mengutuki engkau karena engkau lebih
mencari kehormatan dirimu sendiri daripada kemuliaan Kristus". Calvin
melihat panggilan Allah kepadanya lewat Farel sehingga ia tinggal di Jenewa.
Kini Calvin tinggal di Jenewa bersama-sama dengan Farel mengatur gereja
reformatoris di sana. Mereka merancangkan sebuah tata gereja yang mengatur seluruh
kehidupan warga kota menurut cita-cita theokrasi. Menurut rancangan tata gereja
itu dikatakan, bahwa Perjamuan Kudus diadakan sebulan sekali dan berhubungan
dengan itu akan dijalankan disiplin yang keras. Setiap penduduk diwajibkan
menandatangani sehelai surat pengakuan sebagai tanda bahwa mereka
sungguh-sungguh sadar akan iman dan pengakuannya. Hal yang terakhir ini tidak
disetujui oleh banyak warga kota. Pada tahun 1538 Dewan Kota dikuasai oleh
orang-orang yang menolak pengakuan itu sehingga Calvin dan Farel dilarang
berkhotbah di mimbar-mimbar gereja di Jenewa, dan pada akhirnya keduanya diusir
dari Jenewa. Kemudian Calvin dipanggil oleh jemaat Strausburg. Ia menjadi
pendeta di sana tahun 1539-1541. Dalam jemaat ini Calvin bersama-sama Butzer dapat
menerapkan cita-cita yang gagal di Jenewa dahulu. Di sini Calvin mengusahakan
nyanyian Mazmur dengan bantuan ahli musik terkenal; yaitu Clement Marot, Louis
Bourgois dan Maitre Piere. Di sini pula Calvin mulai menulis tafsiran-tafsiran
Alkitab serta merevisi Institutio. Di sinilah pula Calvin menikah dengan
Idelette de Bure, seorang janda bangsawan. Pernikahannya hanya berlangsung
sembilan tahun lamanya, karena kemudian istrinya meninggal tanpa memberi
keturunan kepada Calvin.
Namun tahun 1541 Calvin dipanggil
kembali oleh jemaat Jenewa sehingga kita menemukannya lagi di sana. Calvin
tinggal dan bekerja di sini hingga meninggalnya, 27 Mei 1564, karena mengidap
TBC.
Segera sesudah ia bekerja dalam
jemaat Jenewa, Calvin menyusun suatu tata gereja baru yang bernama: Ordonnances
Ecclesiastiques (Undang- undang Gerejani), 1541.
Calvin adalah seorang theolog besar
dalam kalangan gereja-gereja reformatoris. Pandangan-pandangan theologianya
dituangkannya dalam bukunya, Institutio.
Calvin mengajarkan tentang pembenaran
hanya oleh iman (Sola Fide), sama seperti Luther. Namun Calvin sangat
menekankan penyucian, kehidupan baru yang harus ditempuh oleh orang-orang
Kristen yang bersyukur, karena Allah telah menyelamatkan mereka. Calvin
menegaskan bahwa anggota-anggota jemaat yang berkumpul untuk mendengarkan
Firman Allah dan untuk ikut ambil bagian dalam Perjamuan Kudus haruslah suci.
Disiplin gereja diawasi dengan ketat. Pengawasan atas tingkah laku anggota
jemaat bukan saja dilaksanakan oleh penatua, tetapi juga oleh pemerintah (Dewan
Kota).
Hubungan gereja dan negara dalam
theologia Calvin sangat erat. Calvin bercita-cita suatu negara theokrasi.
Seluruh kehidupan masyarakat harus diatur sesuai dengan kehendak Allah.
Pemerintah bertugas juga untuk mendukung gereja dan menghilangkan segala
sesuatu yang berlawanan dengan berita Injil yang murni. Namun ini tidak berarti
bahwa negara berada di bawah gereja. Gereja dan negara berdampingan. Keduanya
bertugas untuk melaksanakan kehendak Allah dan mempertahankan kehormatan Tuhan
Allah. Mengenai tugas negara, Calvin menulis sebagai berikut: "Pemerintah
diberi tugas untuk, selama kita hidup di tengah-tengah orang-orang, mendukung
serta melindungi penyembahan Allah yang lahiriah, mempertahankan ajaran yang
sehat tentang ibadah dan kedudukan gereja, mengatur kehidupan kita dengan
melihat kepada pergaulan masyarakat, membentuk kesusilaan kita sesuai dengan
keadilan seperti yang ditetapkan oleh Undang-undang negara, menjadikan kita
rukun dan memelihara damai serta ketentraman umum.... "
Mengenai jabatan-jabatan dalam
gereja Calvin mengenal empat jabatan yaitu, pendeta, pengajar, penatua dan
diaken. Pendeta-pendeta bersama-sama dengan para penatua merupakan konsistori,
yaitu majelis gereja yang memimpin jemaat dan yang menjalankan disiplin gereja.
Peraturan pemilihan dan penahbisan pejabat-pejabat gereja itu diatur dengan
teliti, terutama jabatan pendeta.
Mengenai Perjamuan Kudus, Calvin
mengajarkan bahwa Perjamuan Kudus adalah pemberian Allah dan bukan perbuatan
manusia. Roti dan anggur bukan saja lambang, melainkan alat yang dipakai untuk
memberikan tubuh dan darah Kristus kepada umatNya. Akan tetapi Kristus kini ada
di surga. Roti dan anggur tidak bisa dianggap sama saja dengan tubuh dan darah
yang di dalam surga itu, melainkan harus dianggap sebagai tanda dan meterai
dari anugerah dan kasih Tuhan dalam Yesus Kristus. Calvin membedakan tanda
dengan apa yang ditandakan oleh tanda itu. Calvin menjelaskannya sebagai
berikut: "Sebagaimana orang yang percaya itu sungguh menerima tanda-tanda
itu dengan mulutnya, demikianlah pada waktu itu juga ia sungguh dihubungkan
oleh Roh Kudus dengan tubuh Kristus yang di surga". Dalam pelaksanaan
Perjamuan Kudus, Calvin sangat teliti.
Calvin di dalam ajarannya juga
menekankan predestinasi di samping pembenaran oleh iman. Menurut Calvin bahwa
sejak kekal Allah di dalam diri-Nya sendiri telah menetapkan orang-orang mana
yang diberiNya keselamatan dan yang mana yang dibinasakan. Orang-orang yang
dipilih Tuhan itu diberi anugerah dengan cuma-cuma sedangkan orang-orang yang
ditolak Allah, Allah menutup jalan masuk ke dalam kehidupan. Calvin mengatakan
hal ini sungguh sulit dipahami. Tanda- tanda bahwa seseorang ditetapkan Allah
untuk kehidupan yang kekal ialah bahwa ia (mereka) dipanggil oleh Tuhan Allah dan
mereka menerima pembenaran dari Allah. Ajaran Calvin mengenai predestinasi ini
menyebabkan timbulnya perpecahan dalam gereja-gereja Calvinis di kemudian hari.
Pada masa Calvin masih hidup, Hieronymus Bolsec telah menyerang ajaran
predestinasi ini. Calvin membela kebenaran ajarannya dan ia menganjurkan kepada
Dewan Kota untuk membuang Bolsec. Dengan demikian Bolsec diusir dari kota
Jenewa.
Calvin juga melawan ajaran
Antitrinitarian yang diajarkan oleh Michael Servet. Pada waktu Servet berada di
Jenewa dalam pelarian dari hukuman mati yang telah dijatuhkan oleh Gereja
Katolik Roma ke atasnya, Dewan Kota Jenewa menangkap dan memenjarakan Servet
atas permintaan Calvin. Atas anjuran para pendeta dan tentunya termasuk Calvin
di dalamnya, supaya kepala Servet dipenggal maka Dewan Kota memenggal kepala
Servet pada tahun 1553.
Di Jenewa, Calvin juga mendirikan
sekolah-sekolah. Di Jenewa didirikan sebuah Akademi yang memiliki dua bagian,
yaitu gymnasium dan theologia. Theodorus Beza diangkat menjadi direktur Akademi
tersebut. Di Akademi inilah dipersiapkan pemuda-pemuda Calvinis yang kelak
menjadi pemimpin-pemimpin gereja Calvinis yang terkenal, seperti John Knox,
Caspar Olevianus, pengarang Katekismus Heidelberg yang terkenal itu.
Banyak sekali pekerjaan yang dikerjakan
oleh Calvin tanpa mengenal lelah. Sejak tahun 1558 penyakitnya mulai berat.
Sebelum meninggalnya, ia meninggalkan banyak pesan kepada jemaatnya dan kepada
Theodorus Beza, yang akan menggantikan kedudukannnya di jemaat Jenewa. Dewan
Kota dan para pendeta dipanggilNya untuk mendengarkan nasihat-nasihatnya. Pada
tanggal 27 Mei 1564 Calvin meninggal dunia dengan tenang. Ia pergi dengan
meninggalkan pekerjaan yang berat kepada Theodorus Beza. Namanya dikenang
sepanjang sejarah di seluruh dunia dengan terpatrinya gereja Calvinis.
2.
MARTIN LUTHER
a. Latar Belakang
1. Banyaknya
penyimpangan keagamaan diantaranya yaitu:
Dilakukannya
penyogokan oleh pemuka agama kepada petinggi gereja agar mereka memperoleh kedudukan sosial keagamaaan yang
tinggi.
Paus sebagai
bapak suci berperilaku amoral yang menyangkut hubungannya dengan wanita seperti
Alexander VI yang memiliki 8 anak haram dari hasil hubungannya dengan wanita
simapannya.
Penjualan surat-surat pengampunan dosa
(indulgencies).
Adanya penyimpangan
terhadap acara sakramen suci atau ritus pemujaaan terhadap benda-benda keramat
atau tokoh-tokoh suci yang nantinya akan menimbulkan takhayul dan mitologisasi
yang tidak masuk akal, seperti para pastor yang semata-mata merupakan manusia
yang memiliki sifat yang sama dengan yang lainnya menganggap dirinya keramat.
2. Korupsi atas nama negara
3. Pajak-pajak yang memberatkan
karena ambisi kekuasaan kaum bangsawan lokal
4. Kebangkitan
nasionalisme di Eropa
5. Perkembangan
kapitalisme dan krisis-krisis ekonomi dikawasan imperium Roma.
Awal gerakan reformasi gereja Protestan terjadi di jerman dengan tokoh
utamanya Martin Luther. Mengapa terjadi di Jerman? Menurut Burns dan Ralph
dalam Suhelmi, Ahmad 2001:149-150. Ada beberapa faktor yakni: (1) jerman yang
sekitar abad XV-XVI masih merupakan negara agraris atau negara yang masih
terbelakang jika dibandingkan dengan negara-negara Eropa lainnya. Sektor
Industri perdagangan dan manafaktur belum berkembang seperti di Inggris dan
Italia. Dan Katolisisme yang konservatif paling kuat ada di Negara ini.
Penyembahan terhadap tokoh ataupun benda-benda keramat dianggap kepercayaan
yang wajib di yakini. Penjualan surat-surat pengampunan dosa paling banyak
dijual di Jerman melebihi negara-negara lainnya di Eropa. (2) rakyat Jerman
pada saat itu sebagian besar adalah masyarakat petani yang merupakan kelompok
sosial yang paling menderita akibat adanya kekuasaan gereja katolisisme.
Pajak-pajak yang memberatkan, urusan kepemilikan tanah yang dipersulit oleh
pihak gereja, harta kekayaan yang sering diambil oleh pihak geraja tanpa alasan
yang jelas.
Faktor-faktor tersebut belum berdampak serius untuk munculnya gerakan
reformasi, tetapi faktor fundamental yang memicu munculnya gerakan reformasi
adalah pada saat itu jerman berada dalam fase transisi ekonomi, dimna jerman
sedang berusaha berpindahdari masyarakat Feodal ke masyarakat ekonomi frofit
(menuju masyarkat kapitalis). Fase transisi ini , sebagaimana di negara-negara
lain, merupakan fase kritis dan rawan. Gerakan-gerakan sosial, keagamaan atau
pun politik akan mudah terjadi hanya karena dimu,ai oleh kerusuhan-kerusuhan
kecil.
Dalam keadaan seperti itu, munculah sosok Martin Luther yang mempelopori
keharusan adanya pembaharuan keagamaan. Ia mencetuskan gerakan Reformasi
Protestan di Jerman dengan melakukan berbagai protes sosial-keagamaaan kepada kekuasaan
Paus. Melihat berbaga penyimpangan keagaman di Negerinya (Jerman) ia bergerak
untuk memprotesnya. Puncaknya ketika Paus menjual susrat-surat pengampunan dosa
di luar batas.
Gerakan Reformasi Luther dimulai ketika ai membacakan 99 pernyataan protes
terhadap gereja dan lembaga kepeusan yang menjual surat-surat pengampunan dosa
itu. Martin Luther menilai penjualan surat-surat itu bertentangan dengan ajaran
Yesus Kristus. Pembelia surat-surat itu tidak boleh dipaksakan, harus
didasarkan atas kesukarelaan. Berbuat kebajikan seperti memberi makan fakir
miskin dan meminjamkan uang kepada yang membutuhkan jauh lebih utama dari
membeli surat-surat pengampunan dosa. Gereja atau pemuka agama tidak memiliki
hak memberikan pengampunan dosa. Hanya Tuhan, atas dasar kepercayaan dan amal
soleh individu, yang berhak memberikan pengampunan dosa. Inilah yang dinamakan
doktrin Justification by Faith.
Atas dasar keyakinannya pula Martin Luther menentang doktrin sakramen suci
gereja, pastor sebgai mediator antara manusia dengan Tuhan, penyembahan benda
dan tokoh keramat, karena menimbulkan kepercayaan-kepercayaan yang tidak logis.
Ia beranggapan bahwa, sakramen hanyalah berguna untuk membantu keimanan tetapi
sama sekali bukan alat untuk mencapai rahmat Tuhan dan jalan keselamatan. Mitos
keajaiban pastor ditentamgnya karena akan mengakibatkan terjadinya manipulasi
dan pembodohan manusia.
Menurut Luther, apabila manusia ingin selamat ia harus melakukan
perbuatan-perbuatan baik yang dianjurkan tuhan, banyak bertobat (langsung)
kepada tuhan tanpa melalui pelantara pastor. Keselamatan bisa diraih manusia
apabila ia bisa mengenyahkan nafsunya, seperti nafsu serakah, nafsu tamak dan
mementingkan diri sendiri. Dalam tulisannya, ON Christian Liberty (Suhelmi,
Ahmad 2001:151), Luther menegaskan bila seorang memiliki keimana pasti ia akan
melakukan perbuatan-perbuatan baik.
Doktrin keimanan dan berbuat baik ini merupakan wacana yang telah
mendesakralisasi lembaga imamat. Doktrin-doktrin Martin Luther ini meruntuhkan
mitos-mitos kesucian yang berada dibalik kekuasaan gereja dan lembaga-lembaga
imamat. Luther beranggapan ia telah melakukan Debunking (meminjam
istil;ah peter berger), atau penelanjangan mitos-mitos sosial dan keagamaan
yang melekat pada individu atau lembaga, sehingga nampak sosoknya yang asli.
Desakralisasi itu menimbulkan tuntutan agar manusia dianggap sama dihadapan
tuhan, sehingga tidaklah ada kelebihan pastor dibandingkan dengan masyarakat
biasa melainkan karena amal perbuatannya.dan pengikut Luther pun menolak
hirarki kependetaan.
Selain itu, Luther juga menolak tradisi keagamaan yang sudah berlangsung
ratusan tahun lamanya, yakni hak istimewa pastor dalam membacakan dan
menafsirkan kitab suci. Menurutnya siapa pun pengikut Kristus, bukan hanya kaum
pendeta saja, berhak membaca dan menafsirkan Alkitab. Alkitab harus terbuka
bagi semua orang agar isi kebenarannya diketahui semua orang, tidak terbatas
kaum pendeta saja. Sehingga tidak terjadi monopoli kebenaran oleh segelintir
pemuk agama. Dan protes ini berdampak luas, kebenaran agama kemudian menjadi
bersifat interpretable dan multi-interpretasi. Pastor dan pemuka agama bukan
satu-satunya penafsir kebenaran.
Dan dengan adanya protes tersebut, lebih jauh lagi para pengikut Luther
menterjemahkan Alkitab yang tadinya berbahasa Latin menjadi bahasa Jerman, dan
mengahpuskan bahasa latin sebagai bahasa Alkitab. Dengan demikian bangsa
Jermana akan secara langsung membaca dan menafsirkan Alkitab.
Luther juga telah mengoyahkan sendi-sendi monastisisme katolik yakni dengan
menganjurkan perkawinan bagi para pastor. Karena ia menyadari banyaknya
tindakan tidak terpuji menyangkut hubungan dengan wanita bagi para pastor.
Perkawinan menurutnya bukanlah suatu dosadan merupakan tuntutan biologis yang
patut dipenuhi. Dan meneknkan bahwa perkawinan itu penting. Tokoh Reformasi ini
juga tidak setuju dengan prinsip monastisisme yang menghendaki pastor hidup
terpencil, jauh dari hiruk pikuk demi untuk menyucikan diri. Kehidupan ekslusif
seperti itu bukalah cara yang tepat untuk mensucikan diri dan mencari jalan
keselamatan. Kemudian Luther menawarkan gagasan worldly ascetism (aksetisme
duniawi).
Bukan hanya itu saja, Luther mengkritik dan menentang doktrin politik
gereja katolik Roma. Misalnya menentang doktrin kekuasaan universal Paus,
menurutnya kekuasaan paus tidak universal karena paus juga harus mengakui
kekuasan para pangeran atau penguasa sekuler suatu negra memiliki
prinsip-prinsip kenegaraan yang berdasarkan nasionalisme. Ia juga menuntut
dibedakannya otoritas politik dan otoritas agama, paus dituntut agar mematuhi
dan mangakui otoritas politik penguasa negra dan tidak mencampur-adukannya
dengan otoritas agama. Karena gagasannya itu, Luther memperoleh dukungan
politis dari kalangan penguasa dan bangsawan. Tuntutan-tuntutan Martin Luther ini
terdapat dalam 95 dalil Luther yang ia pakukan atau tancapkan di pintu gereja
sebagai tanda protesnya.
b. Pembaharuan
Dampak dari adanya Gerakan
Reformasi Protestan dibawah Luther dan Calvin adalah: pertama, dampak
sosial dan politikterhadap Eropa dan negara-negara Barat pada umumnya.
Reformasi ini menimbulkan Western Christendom sehingga munculnya negara-negara
nasional kecil tanpa memiliki pusat kekuasaan atau gembala politik seperti
lembaga Kepausan Roma. Menumbuhkan benih-benih demokratisasi politik, kesadaran
individual akan pentingnya hak-hak politik, kebebasan individu. Sehingga
menjadi dasar timbulnya gerakan-gerakan demokratisasi yang dan anti kekuasaan
totaliter dan keberanian rakyat untuk selalu melakukan kontrol terhadap
kekuasaan.
Tetapi dengan adanya gerakan
reformasi Protestan ini juga lahirnya kekuasaan absolut di Eropa. Banyaknya
pertikaian antara Calvinisme dengan katolik, peperangan saudara dan
penghancuran karya-karya seni, patung, lukisan yang berbau katolisisme.
Reformasi juga haris bertanggung jawab atas terjadinya pembantaian massal dalam
peristiwa berdarah pada malam St. Bartholomeus. Di Belanda pun terjadi
pemberontakan petani yang menolak membayar pajak dan akhirnya oleh pangeran
Philip mereka semua dibantai. Dan pengikut Protestan dianggap pengkhianat dan
selama enam tahun terjadi teror dan pembunuhan terhadap kaum protestan.
Kedua, Reformasi juga
mengakibatkan terbelahnya agama Kristen menjadi sekte-sekte kecil; Lutherisme,
Calvinisme, Anglicanisme, Quakerisme, Katholikisme. Meskipun ditunjau dari segi
doktrin-doktrin fundamentalnya sekte-sekte itu tidak memiliki prinsip yang
berbeda, tetapi timbulnya hal tersebut menyebabkan keretakan serius dalam agama
kristen. Akibat adanya sekte-sekte ini, Eropa terbelah secara keagamaan; Jerman
Utara dan negara-negara Skandinavia (Swedia dan Norwegia), menganut
Lutheranisme; Skotlandia, Belanda, Switzerland dan Prancis menganut Calvinisme
dan negara-negara Eropa lainnya seperti Spanyol dan Italia menganut katolisisme
(Ortodoks).
3. JOHN KNOX
John
Knox adalah salah seorang tokoh yang memengaruhi gerakan reformasi
di Skotlandia.
Ia merupakan salah satu murid Calvin di Jenewa,
sehingga pengaruh teologi Calvinis sangat kental dalam dirinya. Menurut Knox, kekristenan
dan kemerdekaan nasional harus dapat ditemukan bersama, karena keduanya
merupakan suatu pergumulan yang dapat diselesaikan bersama
a.
Latar Belakang
John Knox
lahir sekitar tahun 1513 di Haddington, tidak jauh dari Edinburgh. Ia belajar
di Universitas St. Andrews lalu
ditahbiskan menjadi imam Katolik tahun 1536 dan menjadi seorang notaris
kepausan tahun 1540.
Perpindahannya menjadi seorang protestan, menjadi sebuah misteri yang
terselubung.
Setelah
terlibat dalam Reformasi Skotlandia sebagai
pengkhotbah dan pengajar, kematian Edward VI tahun 1553 dan penobatan Mary I (seorang
Katolik yang saleh), mendorong Knox meninggalkan Britania menuju ke Eropa. Ia
pernah tinggal di Inggris pada bagian
akhir pemerintahan Edward VI dan ikut dalam tahap-tahap terakhir
penyelesaian Book of Common Prayer dari Cranmer pada 1552, serta pernah menjadi gembala
jemaat Inggris dalam pelarian di Frankfurt (tempat ia
terlibat pertikaian). Kemudian Knox memulai perjalanannya ke Prancis menjadi
budak kapal selama sembilan belas bulan, baru kemudian ke Genewa. Di sana ia belajar di bawah
bimbingan Calvin
Lukisan di
jendela, Knox membaptis Mary, Ratu Skotlandia.
Pada
tahun 1559,
Knox kembali ke Skotlandia dan membantu memperbaharui gereja di sana. Ia
merupakan salah satu dari enam tokoh reformasi terpenting di Skotlandia. Knox
meninggal tahun 1572.
Sama seperti kelahirannya, kita tidak memiliki bukti langsung tentang
kelulusannya, karena itu kita tidak mengetahui kapan tepatnya Knox lulus dari
universitas.
b.
Pembaharuan
Pada
tahun 1543, Knox bertemu George Wishart,9 dan melalui karya Roh
Kudus, ia bertobat ketika membaca Yohanes 17 yang berisi "Doa Imam
Besar" Kristus bagi murid-murid-Nya dan bagi orang-orang yang percaya
melalui kesaksian mereka. Dari isi pasal inilah muncul tema surat-surat,
pamflet, dan khotbah-khotbah Knox: pertama, keselamatan Kristen hanya melalui
iman kepada Yesus Kristus; kedua, orang Kristen dipanggil untuk melayani
Kristus; ketiga, sebagai akibatnya, orang Kristen menjadi musuh dunia, namun
mereka memiliki jaminan hidup yang kekal.
Wishart
dieksekusi oleh gereja di muka St. Andrews. Eksekusi ini memberi pengaruh yang
dalam terhadap Knox. Lima minggu terakhir bersama Wishart telah
mempersiapkannya untuk menjadi reformator pada masa mendatang. Dampak lain dari
kematian Wishart terhadap Knox adalah hal itu menimbulkan kebencian yang besar
terhadap kardinal dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya.
Setelah
serangan terhadap St. Andrews tersebut, Knox melanjutkan pelayanannya di sana
sebagai "Peniup Trompet Allah". Pada tahun 1547, Perancis merebut St.
Andrews dan ia dikirim ke kapal-kapal.
Kemudian
setelah dilepaskan pada tahun 1549, Knox melayani gereja-gereja di Inggris dan
ditawari jabatan bishop, namun ia menolaknya. Pada tahun 1551, ia ditunjuk
menjadi salah seorang pendeta kerajaan. Belakangan, ia melayani jemaat-jemaat
di Jerman dan Swiss, dan sangat dipengaruhi oleh Calvin di Jenewa. Tahun 1559,
ia kembali ke Skotlandia dan menolong rakyat dalam gerakan reformasi serta
memertahankan iman Protestan. Selama perjuangannya melawan Mary Stuart, ia
menerima pelayanan untuk jangka waktu yang singkat di St. Andrews dan melayani
sebagai pendeta di Edinburgh hingga kematiannya pada tahun 1572.11
Rangkuman
Setelah
mengamati situasi politik di Skotlandia, kita dapat menarik kesimpulan sebagai berikut:
- Perkembangan reformasi di Skotlandia bergantung pada siapa yang berkuasa pada saat itu.
- Berkaitan dengan kasus Mary Stuart dan Elizabeth, kita dapat melihat bagaimana gereja dan negara berusaha untuk saling menyenangkan satu sama lain. Gereja yang dapat bekerja sama dengan penguasa akan memiliki kuasa yang besar, demikian pula halnya dengan penguasa yang dapat bekerja sama dengan gereja akan mendapatkan dukungan yang besar bagi kekuasaannya.
- Kekuasaan besar yang dimiliki gereja tampaknya disalahgunakan oleh pemimpin gereja saat itu dengan menggunakan otoritas seorang pemimpin sebagai standar untuk menilai suatu situasi, menggantikan Alkitab. Keputusan-keputusan diambil secara pragmatis, yaitu berdasarkan apa yang menguntungkan atau bermanfaat bagi gereja dan penguasa, bukan berdasarkan kebenaran firman Tuhan.
Pandangan
John Knox Tentang Reformasi Gereja Dalam Hal-Hal Praktikal Dan Sakramen
Berdasarkan
latar belakang sejarah pada saat itu dan kehidupan pribadi Knox, penulis akan
membahas pandangannya tentang reformasi praktikal gereja dan sakramen.
Reformasi
Gereja dalam Hal-Hal Praktikal
Pandangan
Knox tentang reformasi gereja dalam hal-hal praktikal direfleksikan dalam
"Book of Discipline and the Scot Confession", namun dalam artikel ini
penulis akan menguraikan pandangannya tentang isu ini sesuai dengan yang ia
tulis dalam "Brief Exhortation to England" yang diselesaikan pada
bulan Januari 1559.12
Knox
memberikan nasihat khusus kepada Inggris untuk reformasi gereja mereka, dan
mengawali nasihatnya itu dengan memberikan dasar yang biblikal, yakni bagaimana
reaksi Allah terhadap perzinahan yang telah dilakukan Israel dan apa yang
seharusnya dilakukan oleh umat Allah agar dapat diterima di hadirat Allah.13
Berikut ini adalah nasihat Knox yang didasarkan pada perspektif biblikalnya:
- Langkah pertama untuk mereformasi gereja adalah pertobatan di dalam gereja itu sendiri.14
- Kita tidak boleh mengizinkan orang-orang yang tidak dipanggil oleh Allah dan yang tidak memiliki pengertian yang benar tentang firman Allah serta tidak menundukkan diri mereka sendiri kepada firman Allah, ditempatkan dalam posisi apa pun di antara jemaat Kristus.15
- Knox memberi peringatan atas penyalahgunaan-penyalahgunaan yang diakibatkan oleh adanya pendeta yang memegang jabatan rangkap di beberapa gereja. Setiap pendeta harus memegang satu jabatan dan berhak memeroleh gaji tetap yang cukup. Seorang pendeta tidak bebas untuk berkhotbah di mana pun ia mau, namun hanya di tempat-tempat di mana mereka telah ditugaskan oleh gereja, karena hanya dengan cara inilah kebutuhan akan adanya pengkhotbah di seluruh gereja di Inggris akan terpenuhi.
4.
ZWINGLI
a.
Latar Belakang
Teologi di
kalangan Protestan: Zwingli mengenai sakramen
Hampir semua orang mengenal Martin Luther dan Yohanes Calvin. Mereka memiliki
banyak pengikut dan ajaran mereka juga tersebar dimana-mana, bahkan
ajaran-ajaran gereja kita di sini juga banyak dipengaruhi oleh ajaran mereka.
Sebut saja Gereja HKBP yang menganut ajaran Luther (Lutheran) dan Gereja GBKP
yang menganut ajaran Calvin (Calvinisme). Namun tidak demikian halnya dengan
Ulrich Zwingli yang juga merupakan salah satu tokoh reformator besar
berbarengan dengan Luther dan Calvin.
Ulrich Zwingli adalah seorang pakar Alkitab yang lahir
di Wildhaus, Swiss pada tanggal 1 Januari 1484 dan meninggal pada
tanggal 11 Oktober 1531 karena
terbunuh dalam sebuah pertempuran melawan kanton-kanton Katolik di Kappel am Albis. Dia adalah pemimpin Reformasi Swiss sekaligus
pendiri Gereja Reformasi Swiss pada tahun 1523. Sumbangsihnya di
bidang pembaharuan Gereja dan Masyarakat seolah tenggelam tertutupi oleh
sumbangan pemikiran dari Luther dan Calvin karena pada masa hidup Zwingli
berbarengan dengan masa hidup Luther, selain itu disebabkan juga oleh karena
Zwingli pernah menolak ajaran Gereja Katolik Roma yang hanya beberapa tahun
setelah Luther. Selain itu, alasan lain yang membuat karier Zwingli kurang
kelihatan mungkin adalah karena perbedaan-perbedaan teologinya dengan Luther.
Bagi Luther pemikiran Zwingli terlalu humanistik dan patrioristis. Perbedaan
pendapat antara Zwingli dengan Luter dan Calvin mengenai sakramen sangat
terasa.
Sakramen berasal dari bahasa Latin, sacramentum,
artinya adalah tanda yang kelihatan dari rahmat Allah yang dikaruniakan kepada
orang-orang percaya. Pada mulanya jumlah sakramen belum tetap. Petrus Lombardus
menyebutkan ada tujuh sakramen, yaitu baptisan, konfirmitas, ekaristi, tobat,
urapan, tahbisan, dan pernikahan. Gereja Timur dan Gereja Anglikan menerima ketujuh
sakramen ini, namun Gereja-gereja Prostestan hanya menerima dua sakramen, yakni
Baptisan dan Perjamuan Malam atau Perjamuan Kudus. Zwingli mengutarakan dua
ajaran tentang sakramen, yakni sakramen Baptisan dan sakramen Perjamuan Malam.
Perbedaan ajaran Zwingli mengenai sakramen tidak terlalu menonjol dalam
sakramen Baptisan karena hampir sama dengan yang diutarakan oleh Luther. Namun
mereka berbeda pendapat dalam ajaran sakramen Perjamuan Malam. Perbedaan itu
disebabkan oleh karena karakter, sifat, dan latar belakang mereka yang berbeda.
Luther adalah seorang biarawa yang bergumul dengan skolastik dari abad-abad
pertengahan, sedangkan Zwingli lebih banyak dibentuk oleh humanism, ia tidak
mudah terharu dan lebih banyak bersifat rasional.
Perbedaan pendapat antara mereka tentang sakramen
khususnya mengenai sakramen Perjamuan Malam membuat keduanya terpisah dan
menempuh jalan mereka sendiri-sendiri. Menurut Zwingli, sakramen bukanlah
sesuatu yang suci, yang oleh kuasanya dapat membebaskan hati nurani manusia
dari dosa. Sakramen adalah jaminan, janji atau sumpah untuk membuktikan
kerelaan dirinya untuk mendengarkan dan menaati firman Allah bukan misteri atau
rahasia dan juga tidak berarti mengandung sesuatu yang suci atau sakral.
Sedangkan Luther menyebut sakramen adalah sebagai meterai atau tanda
perjanjian, maksudnya adalah baptisan secara kelihatan yang mengesahkan dan
menjamin janji-janji Allah secara sah. Secara sekunder baptisan itu dipahami
sebagai janji ketaatan oleh manusia. Namun bagi Zwingli, sakramen terutama
adalah suatu tanda perjanjian yang menunjukkan bahwa semua yang menerimanya
rela memperbaiki hidupnya untuk mengikut Kristus. Ia juga mengungkapkan bahwa
sakramen Baptisan adalah suatu tanda yang mewajibkan kita untuk mengikat diri
pada Kristus. Singkatnya, bagi Luther, sakramen adalah suatu tanda pembebasan
manusia dari segala bentuk dosanya, sedangkan bagi Zwingli, sakramen adalah
hidup baru di dalam Kristus. Zwingli tidak setuju dengan pendapat Luther itu
karena menurutnya sakramen tidak dapat melakukan penyucian dan penebusan dosa,
baginya hanya Allah saja yang dapat mengampuni dosa.
b. Pembaharuan
Pertemuan Dewan Kota dengan jemaat Zurich menghasilkan
putusan bahwa misa harus dihapus dan digantikan dengan Perjamuan Malam. Bagi
Zwingli, Perjamuan Malam adalah “perjamuan peringatan” yang gembira dan
pengucapan syukur umum atas segala pemberian yang Kristus berikan kepada kita.
Oleh karena adanya partisipasi kita di dalamnya, kita menyatakan bahwa kita
tergolong pada orang-orang yang hidup dari pemberian-pemberian Kristus. Bagi
Zwingli, Perjamuan Malam adalah suatu peringatan akan Kurban Kristus
(didasarkan atas kesaksian Surat Ibrani 9:12; 10:10-14), roti dan anggur dalam
Perjamuan Malam hanyalah simbol dari tubuh dan darah Kristus. Dari perkataan
itu ia sebenarnya tidak mengakui “prasentia realis” (kehadiran Kristus yang
sesungguhnya ada dalam Perjamuan Malam). Jadi yang terpenting dalam Perjamuan
Malam menurut Zwingli adalah bahwa sakramen bukanlah alat keselamatan dari
Yesus yang dilahirkan sebagai manusia tetapi Kristus yang disalibkan ke dalam
maut. Yesus sebagai manusia tidak dapat menyelamatkan kita, tetapi yang
menyelamatkan kita adalah Kristus yang diserahkan ke dalam maut. Zwingli
menghendaki kesederhanaan dalam Perjamuan Malam, yakni cawan dan piringnya
harus terbuat dari kayu, karena yang terpenting bukanlah cawannya melainkan
maknanya. Pada saat perjamuan orang-orang percaya dan mengikut Kristus dan
mereka berjanji untuk setia kepadaNya.
Toleransi
dan intoleransi: Puritanisme, penyebabnya dan akibatnya bagi kekristenan di
Inggris
Bagi sebagian orang, kaum Puritan adalah sekelompok
orang fanatik berpikiran picik yang memiliki kenangan semu dan selalu ingin
berontak. Padahal tidak demikian. Istilah Puritan berasal dari kata pure,
murni. Nama ini dikenakan pada suatu gerakan yang berusaha untuk memperbaharui
Gereja Anglikan dari sisa-sisa Gereja Katolik Roma di Inggris. Puritanisme
adalah gerakan reformasi yang terorganisir secara longgar yang berasal
Reformasi Inggris pada abad ke 16 di bawah pemerintahan Ratu Elizabeth I
(1559-1603) hingga akhir abad ke 17. Bentuk pertama dari Gerakan puritanisme
adalah kecintaan yang mendalam terhadap firman Allah. Namun pada masa
pemerintahan Ratu Elizabeth I, Gereja Anglikan yang merupakan gerja pemerintah
memperlihatkan perbedaan yang besar mulai dari bentuk, upacara hingga
struktur episkopalnya serta kebiasaan lainnya.
Kaum Puritan Independen telah menciptakan sesuatu yang
baru bagi Inggris. Untuk pertama kalinya, ada toleransi bagi sebagian besar Protestanisme
tanpa ada unsur Roma Katolik atau Quakerisme. Puritanisme pada dasarnya
adalah anti-Katolik, mereka merasa bahwa Gereja Inggris masih terlalu dekat
dengan Katolik dan perlu direformasi lebih lanjut. Awalnya Gereja Anglikan yang
juga menganut ajaran Calvinis sepaham dengan kaum Puritan, namun semakin lama
Gereja Anglikan semakin menjurus ke arah ajaran Katolik Roma. Oleh karena itu
terjadilah perpecahan antara kaum puritan dengan Gereja Anglikan. Penyebab
terjadinya perpecahan gereja di Inggris itu adalah perbedaan pendapat dan
aliran antara mereka.
Perbedaan yang ada itu dipengaruhi juga oleh
pemerintah yang bersifat otoriter dan memihak Gereja Anglikan yang merupakan
gereja pemerintah pada masa itu. Pemerintah Inggris tidak menginginkan adanya perubahan
terhadap Gereja Anglikan, sementara kaum puritan sangat menginginkan perubahan
itu. Oleh karena keinginan kaum puritan ini di tolak, maka hampir semua pendeta
kaum Puritan meninggalkan Gereja Inggris, menuju Amerika dengan tujuan mencari
dunia baru demi kebebasan beragama. Sebab mereka merasa bahwa Gereja Inggris
adalah toleran terhadap praktek-praktek yang mereka berhubungan dengan Gereja
Katolik dan mereka tidak memiliki kebebasan beragama lagi di Inggris.
Kaum Puritan mengambil komitmen yang kuat dalam Kitab
Suci dan teologi yang menekankan konsep perjanjian. Mereka menerima keyakinan
bahwa Kitab Suci harus mengatur struktur gerejawi dan perilaku pribadi. Oleh
karena itu, hadirnya Alkitab King James Version merupakan salah satu sumbangsih
dari kaum puritan. Salah satu tokoh puritan adalah Oliver
5.
JOHN WESLEY
John Wesley (lahir di Epworth,
28 Juni 1703 – meninggal
2 Maret 1791
pada umur 87 tahun) adalah seorang teolog Inggris. John merupakan anak seorang pendeta dari gereja Anglikan. Ayahnya bernama Samuel
Wesley dan ibunya adalah Susanna
Annesley. John juga memiliki seorang adik yang dilahirkan pada tahun
1707 (Charles Wesley Ia dikenal sebagai pendiri Gereja Metodis.
John Wesley
hidup di tengah-tengah masyarakat Inggris yang sedang terbagi dalam
kelas-kelas sosial, yaitu kelas bangsawan, kelas menengah dan kelas bawah. Pada saat itu juga, terjadi kesenjangan sosial
antara kelas bawah dan kelas mengengah ke atas. Kesenjangan sosial ini dipengaruhi oleh sistem
ekonomi industri hasil dari Revolusi Industri. Wesley melihat ketimpangan antara si kaya dan
si miskin. Sekelompok
orang yang berkuasa terus memperkaya diri mereka, sementara itu sebagian besar
rakyat kelas bawah menderita kelaparan dan terjangkit penyakit.
Pada tahun
1714 John masuk ke sekolah Chartehouse di London. Ia belajar di sekolah tersebut
hingga tahun 1720 kemudian pindah ke universitas Oxford.Pada tahun 1724, ia mendapat gelar
sarjana muda dan menerima jabatan diaken pada tahun 1725 Selanjutnya pada tahun
1726, dia menjadi asisten dosen di Lincoln College, Oxford sambil menyelesaikan gelar
sarjananya. Pada tahun 1727, dia berhasil mendapat gelar sarjana kemudian
diangkat menjadi imam pembantu ayahnya di Epworth. Pada tahun 1735, Wesley pergi
untuk menginjili ke daerah Georgia. Namun, ia tidak
berhasil melakukan penginjilan di Georgia.
Pada waktu
John Wesley kembali ke Inggris pada tahun 1738, ia semakin menyadari kebutuhan
spiritualnya. Ia mulai
menyadari bahwa ia dipanggil untuk memberitakan Injil kepada seluruh bangsa
Inggris. Dalam
perjalanannya di sekeliling Inggris, ia berhasil memikat banyak orang,
khususnya kaum buruh, untuk percaya kepada Injil.
Pokok Pemikiran
Pembenaran dan Pengudusan
John Wesley
sangat menekankan doktrin pembenaran dan pengudusan. Dasar dari konsep
pembenaran adalah konsep manusia yang berdosa dan benar-benar terpisah dari
Allah sehingga tidak mungkin menyelamatkan dirinya sendiri, serta Allah yang
begitu mengasihi manusia dan berkenan menyelamatkan sesuai dengan kehendak-Nya.
Karena itu, keselamatan adalah benar-benar anugerah dari Allah belaka dan
manusia menerima pembenaran dari Allah.Wesley memiliki doktrin tentang
“jaminan” yang membuatnya berbeda dengan para reformator dan Gereja Katolik Roma, yaitu konsep kepastian yang sungguh tentang keselamatan sehingga tidak
perlu ada keraguan dan pertanyaan tentang keselamatan, ataupun pekerjaan
manusia yang dilakukan untuk mendapatkan ataupun memastikan keselamatan itu.
Akan tetapi,
pembenaran dan jaminan hanyalah awal. Manusia berdosa yang telah mendapatkan
pembenaran Allah harus melanjutkan proses “pengudusan” dalam seluruh
kehidupannya hingga akhir masa hidupnya. Proses pengudusan ini sangat
ditekankan Wesley dalam doktrinnya mengenai “kesempurnaan Kristen” (en.Christian
Perfection). “Kesempurnaan Kristen” tidaklah berarti bahwa manusia dapat
menjadi sempurna seperti Allah atau benar-benar lepas dari kesalahan moral.
Wesley tetap menyadari keterbatasan manusia dan bahwa hanya Allah yang memiliki
kesempurnaan absolut dan percaya bahwa kesempurnaan manusia baru datang dalam
kehidupan mendatang di dalam Kristus, namun ia juga percaya bahwa pemulihan
Kristus dimulai sejak manusia menjalani kehidupannya yang terbatas dan
kesempurnaan juga dimulai pada kehidupan ini.
Sebenarnya
apa yang Wesley maksudkan dengan doktrin ini adalah kesempurnaan dalam kasih,
yaitu bagaimana menjadi seseorang yang sungguh-sungguh dipenuhi kasih yang
tidak lagi diperbudak oleh kepentingan diri, melainkan senantiasa mengasihi
Allah dan sesama. Untuk dapat menjalani proses kesempurnaan tersebut sepanjang
kehidupan ini, maka Wesley menerapkan disiplin moral yang keras terhadap
anggotanya.
Dengan
demikian ada tiga poin yang menjadi dasar pemikiran Wesley dalam doktrin
“kesempurnaan seorang Kristen”, yaitu (1) pembenaran, dalam pemikiran
Reformasi, tidak cukup bila tidak membawa orang pada transformasi kehidupan;
(2) bahwa anugerah yang manusia terima melalui Kristus mampu untuk melakukan
transformasi hidup manusia; (3) bahwa kasih adalah esensi dari kehidupan baru
dalam Kristus.
Etika John Wesley
Uang
Sumber
pemikiran Wesley paling penting dalam pembicaraan mengenai uang dan konsep
ekonominya adalah sebuah kotbahnya yang berjudul “The Use of Money”(Inggris). Isinya dapat diringkaskan dalam
tiga hal: (1) mengumpulkan sebanyak kita bisa, (2) menyimpan sebanyak yang kita
bisa, dan (3) memberi sebanyak yang kita bisa. Maksud pernyataan (1) ialah kita
harus produktif dalam bekerja. Maksud pernyataan (2) adalah supaya kita
bijaksana dalam menggunakan uang dan tidak boros. Kemudian pernyataan (3)
berkata bahwa dalam memberi, kita adalah pelayan-pelayan Tuhan yang menyadari
semua adalah milik-Nya.
Jika melihat
ajaran Wesley ini tanpa melihat konteksnya, seolah kita akan melihat ajaran ini
seperti ajaran Calvinis yang, menurut penelitian Max Weber, merupakan spirit kapitalisme
karena mengajarkan orang untuk bekerja keras dan menabung sebanyak-banyaknya
untuk menjadi modal. Karena
itulah, kita perlu melihat konteks kepada siapa Wesley mengalamatkan khotbah
ini. Wesley tidak berbicara untuk para “kapitalis” atau anggota-anggota
“kalangan atas” gereja, melainkan pada orang-orang dari kelas pekerja yang
berpenghasilan minim, yang begitu sulit untuk menyumbang pelayanan diakonia
gereja. Karena itu,
“menyimpan apa yang kita bisa” bukan dimaksudkan untuk menjadi kapital atau
investasi, namun supaya hidup dalam kesederhanaan. Kemudian “memberi apa yang
kita bisa” berarti adanya kehidupan yang saling membagi kepada yang miskin,
bukan dengan kelebihan namun dalam kekurangan.
Kemiskinan
Wesley
berpendapat bahwa sistem ekonomi industri hasil dari Revolusi Industri telah menghasilkan kesenjangan
sosial yang begitu besar. Karena itu, ia menentang pendapat yang mengatakan
bahwa orang miskin itu malas. Menurutnya, sistem yang ada memang lebih
mengutamakan alat ketimbang manusia, bahkan kuda dan hewan ternak lebih
diperhatikan karena menghasilkan untung besar daripada manusia. Hal inilah yang
membuat situasi masyarakat semakin buruk dengan kriminalitas, kebodohan, dan
sebagainya. Wesley kemudian berupaya mengubah situasi tersebut dengan
mendirikan sekolah-sekolah bagi anak miskin, tempat bagi janda-janda,
mengunjungi penjara-penjara untuk berkhotbah dan menyarankan
perbaikan-perbaikan kondisi di sana, mendirikan lembaga peminjaman untuk
melepaskan orang dari rentenir, menulis buku tentang pengobatan sederhana, dan
sebagainya.
Perbudakan
Wesley
berbicara dengan sangat keras untuk menentang perbudakan. Dalam
tulisan-tulisannya, ia mengutuk perdagangan budak sebagai tindakan orang yang
menjual budak dan yang membeli budak sebagai bukan manusia, melainkan serigala.
Ia juga mengatakan bahwa tugas seorang Kristen adalah mewartakan pembebasan
dari Allah dan menentang perbudakan. Selain itu, Wesley juga menentang hukum
yang melegalkan perbudakan dengan mengatakan: “apakah hukum, hukum manusia,
dapat mengubah hakikat alami seseorang?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar